Klinik Terapi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Bintaro Kids Care (BKC) kembali mengadakan acara. Kali ini mereka menggelar workshop bertajuk “Penanganan Holistik bagi Autism”, selama dua hari, 13-14 September 2025. Workshop menekankan pada pemeriksaan holistik, tatalaksana pemeriksaan dan analisis, serta diagnosis bagi penderita autis.
Acara ini sepenuhnya dikawal dan dicerahkan oleh Rito Saputra, founder, ekspertis sekaligus terapis Bintaro Kids Care . Menurutnya, salah satu tujuan workshop, yaitu untuk meningkatkan empati dan kepedulian masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus, khususnya penyandang autisme. Diadakan di Klinik Bintaro Kids Care, Ruko Bintaro Prime Residence No. 5, Jalan Jombang Raya, Ciputat, Tangerang Selatan.
Pelatihan diikuti berbagai kalangan, mulai dari dokter, tenaga kesehatan, guru, hingga orang tua. Kegiatan BKC kali ini didukung oleh PT Toyomas Artha Mitratama, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pest control, landscaping, pemeliharaan beberapa fasilitas negara, dan EO.
Direktur Utama PT Toyomas, Diyah Ayu Rumaningsih, S.S, menjelaskan alasan perusahaannya memberikan dukungan pada kegiatan ini. Ia menilai kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus, khususnya penyandang autisme, masih sangat terbatas. Padahal, biaya penanganan kondisi tersebut sering menjadi beban berat bagi keluarga prasejahtera.
“Banyak program sosial perusahaan berfokus pada anak yatim piatu dan keluarga kurang mampu. Namun, perhatian bagi anak-anak autis masih sangat minim. Padahal, mereka juga membutuhkan dukungan nyata. Melalui workshop ini, kami ingin mengajak lebih banyak pihak untuk ikut peduli, tidak hanya pada anak yatim, tetapi juga anak berkebutuhan khusus dari keluarga prasejahtera,” tutur Diyah.
Ia menambahkan, PT Toyomas berencana memperluas kerja sama dengan berbagai perusahaan dan lembaga, agar lebih banyak pelatihan mengenai penanganan ABK, bisa diselenggarakan dengan biaya terjangkau, sehingga kepedulian dapat menjangkau masyarakat luas. Rito Saputra juga menegaskan pentingnya pelatihan tata laksana bagi pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan anak-anak, seperti guru dan tenaga kesehatan.
“Jika pengetahuan hanya diberikan kepada orang tua, dampaknya terbatas. Tetapi bila guru, dokter, dan stakeholder lain turut dilibatkan, pengaruhnya akan jauh lebih luas. Harapan kami, informasi ini bisa menyebar ke banyak wilayah, sehingga kasus autisme yang tidak tertangani bisa berkurang,” ungkap Rito.
Dalam workshop, peserta mempelajari sejarah autisme, metode deteksi dan diagnosis, hingga alur rujukan medis maupun psikologis. Rito menekankan perlunya pendekatan berbasis sains, agar penanganan anak autis tidak membebani keluarga dengan biaya besar tanpa hasil yang jelas.
Kegiatan ini diharapkan menjadi pijakan awal untuk membangun kolaborasi antara praktisi, dunia usaha, dan masyarakat, demi terciptanya lingkungan yang lebih inklusif bagi anak berkebutuhan khusus.
