Terbaru

Dessy Ilsanti: Keluarga sebagai Laboratorium

Oleh Icef Andi Herdian
Pinterest LinkedIn Tumblr WhatsApp

Lama sudah tak terdengar nama presenter dan penyiar radio Dessy Ilsanti di dunia entertainment. Ternyata kini menyibukkan diri sebagai psikolog klinis dewasa. Simak perbincangan santai Smart Bintaro bareng mantan finalis Abang None Jakarta tahun 1998.

Bagi generasi remaja tahun 1990-an, tentu kenal dengan pasangan artis Adrian Maulana-Dessy Ilsanti. Keluarga yang terbilang harmonis dan jarang sekali isu miring menghinggapi perjalanan pasangan ini. Telah dikarunia dua anak yang mulai beranjak dewasa dan remaja.

Bagaimana kesibukannya sekarang?
Setelah nggak aktif lagi di dunia presenter, saya kembali mengejar cita-cita untuk kuliah lagi S2. Itu setelah 10 tahun saya lulus S1 tahun 2000. Dua tahun kuliah, lulus, dan mulai fokus jadi psikolog. Kalau pun tampil di depan publik, biasanya ya jadi narasumber. Bukan lagi MC atau presenter.

Kemudian, saya bersama teman-teman gabung di Yayasan Praktek Psikolog Indonesia di Deplu Bintaro. Tidak setiap hari saya ngantor, tergantung janjian sama klien saja. Sangat fleksibel waktunya. Saya memang tidak berkeinginan untuk kerja di perusahaan atau instansi yang terikat waktu.

Sebagai psikolog, lebih banyak menangani masalah apa selama ini?
Saya psikolog klinis dewasa, yang lebih banyak menangani masalah rumah tangga, relationship, atau pengembangan diri untuk yang berusia 30 tahun ke atas. Misalnya, untuk pengembangan karir atau wanita yang baru berumah tangga, baru menjadi ibu.

Menurut saya, konseling itu kan lebih enak kalau saya sendiri juga paham masalahnya. Biasanya kan masalah-masalah sehari-hari yang dihadapi oleh wanita atau pasangan. Setidaknya saya juga ibu rumah tangga, punya suami dan anak, ya kan?

Belakangan saya lebih banyak menangani permasalahan hubungan atau relationship. Antara seseorang dengan seseorang, orang tua dengan anak, istri dengan suami, atau dengan kerabat. Inti permasalahan sebenarnya adalah masalah komunikasi dan hubungan yang tidak baik.

Saat ini, banyak nggak sih orang yang membutuhkan jasa psikolog?
Sepengalaman saya sih sebenarnya banyak ya. Tapi masyarakat kita menganggap hal itu masih tabu, karena takut disangka sakit jiwa. Walaupun tidak gila, kalau seseorang mengakui dia punya masalah, sampai harus datang ke psikolog, itu kan juga tidak mudah.

Tapi, jasa psikolog banyak juga yang dipakai oleh perusahaan-perusahaan untuk assessment, recruitment, appraisal, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan di Indonesia, setahu saya, nggak banyak yang punya psikolog internal. Beda dengan perusahaan asing, yang concern soal ini.

Bagaimana berlaku empati dengan masalah orang lain?
Empati memang ada ilmunya yang bisa dipelajari, ada mata kuliah khusus. Tapi untuk praktik, selain harus terus latihan dan tambah jam terbang, kita juga harus punya passion di situ. Alhamdulillah, dari dulu saya senang melihat dan memperhatikan sekeliling, mengobservasi sekitar. Saya tuh bisa betah lama-lama kalau lagi memperhatikan orang-orang.    

Masalah orang kan beda-beda, terkadang ajaib-ajaib cerita mereka, dan seru-seru. Sebagai psikolog, kita nggak boleh menunjukkan ekspresi, harus tetap netral. Kayaknya saya punya kemampuan untuk menahan itu dan berusaha tetap tenang. Ya saya mendengarkan dengan seksama cerita-cerita mereka. Saya berusaha memahami semua masalah yang mereka hadapi.

Di dunia ini kan memang banyak sekali yang absurd, yang aneh, yang tidak mungkin sekalipun. Jadi, saya berusaha untuk memahami setiap keadaan, bahwa di dunia ini memang tidak semuanya lurus-lurus saja.

Bagaimana melihat fenomena sosial anak-anak zaman sekarang?
Menurut penilaian pribadi saya, sepertinya anak-anak sekarang ini sudah kebablasan dalam hal adab dan tata karma, terutama kepada orang-orang yang lebih tua. Memang tidak semua seperti itu. Mungkin mereka dididik oleh generasi yang dulunya mulai melek ilmu parenting, namun tidak secara utuh mengaplikasikan ke anak-anaknya.

Kan sering kita dengar, anak itu harus dibiasakan berpikir kritis, didukung untuk mengemukakan pendapat, dibebaskan untuk memilih, dan masih banyak lagilah. Secara keilmuan, konsep tersebut memang bagus untuk mengembangkan diri. Tapi ternyata efeknya sekarang kebablasan. Banyak anak-anak muda zaman sekarang yang kurang ajar dan adabnya kurang. Kita hidup di negeri yang masih menjunjung tinggi adab dan moral loh.

Punya pengalaman yang paling berkesan selama jadi psikolog?
Waduh banyak sekali ya. Saya sering merenungi masalah-masalah yang dihadapi oleh klien. Bagaimana mereka bisa kuat dan tegar menghadapi masalah. Saya saja belum tentu kuat dan belum tentu bisa seperti mereka. Buat saya, malah jadi banyak belajar dari klien-klien saya.

Ada pesan buat para orang tua, terutama yang muda-muda?
Satu hal yang paling penting, sebagai orang tua, harus terus belajar. Ketika anak masih kecil, kita belajar memahami anak-anak. Begitu juga ketika anak beranjak remaja, dewasa, bahkan hingga mereka punya keluarga sendiri. Peran dan tugas kita sebagai orang tua itu sampai tutup usia. Keluarga adalah laboratorium orang tua untuk belajar. 

Write A Comment