Pendidikan

Perhatian Serius untuk Yang Khusus

Teks: Rio Aribowo
Pinterest LinkedIn Tumblr WhatsApp

Pandemi Covid-19 kerap membawa kegelisahan dan ketidaknyamanan bagi siapa saja, begitu pula bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Tak semua anak terlahir dengan kondisi fisik dan psikis yang baik, beberapa anak hadir dengan perbedaan yang membutuhkan penanganan khusus, sehingga mereka dapat bergaul, belajar dan berprestasi. Rubrik berikut akan membahas sedikit tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang dalam keseharian dapat dibimbing untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan bagaimana mengasuh mereka di masa pandemi bersama Diah Prasetyawati, AMd.OT,Spd, Terapis Okupasi di Bintaro Women and Children Clinic.

Berbeda Tapi Bisa Bersama

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, perilaku, dan sosial-emosional, yang mempengaruhi tumbuh kembang, sehingga berbeda dengan anak pada umumnya. Menurut Diah, ketertarikannya menangani mereka lantaran ingin berkontribusi di masyarakat sesuai bidang yang ia kuasai, yaitu terapi okupasi.

“Agar anak-anak berkebutuhan khusus ini, bisa mandiri dalam aktivitas kesehariannya, bisa berpartisipasi sosial, bisa bermain dengan teman seusia,  bisa bersekolah, dan selanjutnya dapat bekerja di masyarakat,” harap perempuan lulusan Universitas Indonesia jurusan Terapi Okupasi tahun 2001.

Kerjasama Orang Tua dan Terapis

Kesadaran dan kerjasama yang baik antara orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan terapis, menjadi hal terpenting untuk perkembangan si anak. Meski di era digital ini, kesadaran orang tua membawa buah hatinya ke terapis semakin tinggi, namun mungkin masih banyak ayah bunda khususnya di Bintaro Jaya yang belum paham bagaimana proses penanganan anak berkebutuhan khusus.

Awal datang ke klinik, orang tua ditanya terlebih dahulu keluhan anaknya, apa yang ingin dicapai orang tua terhadap perkembangannya. Setelah itu, barulah anak diobservasi (assessment) untuk mencari tahu penyebab gangguannya. Misalnya, ketika orang tua mengeluhkan anaknya usia 2 tahun belum berbicara.

Terapis okupasi mengobservasi anak, apakah belum bicaranya, karena perilaku, gangguan senso-motorik, pemahamannya, atau karena ada gangguan di pendengaran. Setelah kita paham penyebabnya, barulah terapis okupasi akan melakukan “treatment” sesuai penyebabnya, sehingga tujuan terapi bisa tercapai, yaitu anak ini bisa berperan di rumah dan sekitarnya.

Anak Berkebutuhan Khusus di Masa Pandemi

Di masa pandemi, anak berkebutuhan khusus mau tak mau lebih banyak waktu di rumah. Sebagai orang tua, mau tidak mau harus memutar otak bagaimana anak ini mendapatkan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga kemampuannya meningkat dan tidak menurun.

Beberapa tips, yaitu orang tua harus memahami sejauh mana level perkembangan anak; jadwal dan tempat belajar yang tetap agar anak dapat mempersiapkan diri dari rutinitas; waktu belajar tidak terlalu lama maksimal satu jam per sesi dengan diselingi “break” setiap 15 menit; mempersiapkan permainan yang menarik bagi anak saat “break“; dan jangan lupa beri reward berupa pujian, tepuk tangan, bahkan pelukan saat anak mampu melakukan tugas dengan baik.

Bagaimana membuat anak berkebutuhan khusus agar patuh pada protokol kesehatan? Pada dasarnya, cara mengajari anak agar patuh pada protokol kesehatan dengan cara pembiasaan atau dirutinkan. Jika ingin keluar rumah harus memakai masker, kalau tidak pakai tidak boleh keluar rumah. Dengan pembiasaan, anak akan sendirinya disiplin melakukan protokol kesehatan, yaitu memakai masker dan mencuci tangan.

Namun jika anak belum paham atau anak dengan gangguan sensori yang belum baik, disarankan untuk tetap di rumah saja. Menerangkan kepada anak berkebutuhan khusus akan pandemi dan manfaat protokol kesehatan juga bisa dengan berbagai cara, seperti simulasi dengan melihat video, media gambar, atau penjelasan secara verbal.

Write A Comment